Plus Minus Ujian Nasional
Pagi ini aku harus menghela nafas panjang tanda kelegaan…bel
panjang pertanda ujian IPA telah selesai mata pelajaran terakhir dari UN tahun
ini..
Ya alloh………. menginggat kembali 2 minggu ini anak2ku berpacu
dengan waktu, bergelut dengan buku hanya dengan satu tujuan sukses ujian
Nasional.
Pagi mereka berangkat seperti biasa 2 minggu hanya mendapatkan pelajaran 3 mapel
saja, pulang jam 12..satu jam lebih awal dari biasanya, kemudian pulang
istirahat. Kembali lagi ke madrasah pukul lima sore sampai jam 9 malam…..dan kembali juga membuka
agenda yang sama SOAL.
Saya yang pegang satu mapel IPA saja rasannya dah blenger gimana dengan anak-anak yang 3 mapel itu?.
Harus banyak metode yang diterapkan agar pembelajaran lebih enjoy dan mengena.
Kadang ketika masuk di jam saya hanya pembiasaan belajar saja tidak banyak
konsep dan pembahasan yang saya lakukan karena memang waktu 2 minggu ini hanya
untuk kegiatan pencegahan saja agar anak tidak lengah asyik bermain.
UN terasa sebagai hantu yang sangat menakutkan dimana masa
belajar anak yang enam tahun ditentukan dengan waktu tiga hari saja. Bisa
dibayangkan gimana tegangnya anak, rasa takut tidak lulus begitu besar dengan
berbagai pertimbangan. Bahkan tak jarang mereka melakukan hal-hal diluar nalar
sehat kita hanya demi sukses UN. Pernah anak-anakku terjerat permainan reog
dimana permainan ini katanya mengundang roh halus agar merasuki jiwanya dengan harapan kalau bisa memasuki alam roh ini mereka bisa pede. Aduh kok jadi
salah parah kayak gini ya….
Tetapi kita juga menemukan banyak sisi positif dari UN ini,
kegiatan dhuha yang semula dilaksanakan oleh anak dengan semaunya sekarang jadi
teratur dan tanpa banyak komando pada jalan sendiri. Kegiatan doa pagi dan
tadarus juga terasa khusyuk dan ditambah ada kegiatan mujahadah banyak yang berminat untuk datang.
Dari sisi guru dengan adanya UN , semangat mengajar jadi
terpacu untuk mendapatkan nilai tertinggi disetiap mapelnya. Hal ini menuntut
mereka untuk aktif dan kreatif menyiapkan kegiatan belajar mengajar sehingga
proses penanaman konsep dapat berjalan sesuai harapan. Konsentrasi guru
dituntut lebih saat sudah memasuki semester kedua. Tidak ada waktu yang terlewatkan
tanpa belajar, setiap menitnya focus hanya untuk siswa.
Namun ada beberapa keluhan dari guru mapel bahwa memasuki
semester kedua konsentrasi mengajar di kelas 4 dan 5 mulai melemah karena ia
harus focus untuk kelas 6 dengan target tertentu. Lain lagi untuk pure guru
kelas 6. Hampir bisa dipastikan tidak bisa aktifitas lain selain mengajar, les
dan mengajar, karena tumpuan hanya berada ditangannya. Secara psikologis guru
kelas 6 ini merasa mempunyai tangunggan yang besar pada nama baik sekolah. Hal
ini disebabkan lulusan dari sekolah tersebut menjadi patokan dasar penilaian
semua lini akan kwalitas pembelajaran disekolahnya. Kadang tuntutan ini
mengantarkan pada hal-hal yang berbau mistik dan maya. Aduh kalau sudah seperti
ini siapa yang dipersalahkan?.
Bahkan kadang banyak guru yang menginkan target tersebut
justru mananamkan karakter yang salah pada anak, diajari untuk berbohong dan
menipu dengan berbagai cara. Hal inilah yang patut kita jadikan renungan
bersama, benarkah UN HARUS DIJADIKAN
STANDAR KELULUSAN SISWA.Maka tidak heran ketika pembagian tugas di sekolahan
setiap awal tahun banyak guru yang belum siap ditempatkan sebagai guru kelas 6.
Dari peristiwa tersebut bisa dikatakan proses pengembangan
dan penanaman konsep itu tidak bisa
maksimal terjadi di kelas 6 ini.
Sehingga pengoptimalan penanaman harusnya terjadi di kelas bawah. Hal ini untuk
menjembatani pencapaian target nilai dan target proses agar dapat mencapai kedua-duanya. Ini untuk menjembatani beban
yang membebani guru kelas 6 dan juga
mengimbangi rasa enjoy bagi guru kelas
bawah. Sehingga hasil akhir dari UN adalah kerja keras semua guru di lingkungan
sekolah tersebut.
Apapun juga sisi baik dan buruk setiap sesuatu pasti ada.
Dengan menempatkan posisi kita sebagaimana mestinya maka tidak ada yang tidak
mungkin. Segala sesuatu dicari peluang bagi kita untuk mengembangkan diri kita
dengan tidak menutup sisi buruknya. Maka kearifan kita yang harus bicara ketika
melihat carut marut UN dengan segala kekurangan dan kelebihan. Dengan satu
harapan semoga ada STANDARISASI KELULUSAN YANG HUMANIS DAN MENYENTUH SEMUA
DIMENSI .
Semoga…semoga dan semoga menjadi nyata!
Jumat, 10 Mei 2013.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !