Bulan April
selalu identik dengan baju kebaya dan segala asesorisnya.
Hal ini karena selalu dikaitkan
dengan bulan kelahiran seorang pahlawan revolusioner perempuan yang bernama R.A
Kartini.Baju kabaya menjadi pakaian yang selalu dikenakannya waktu itu.
Kartini sebagai seorang anak penguasa tertinggi di
wilayah Jepara, tidak akan mengalami persoalan apa-apa dan selalu hidup bahagia
bial dia tidak dengan berkenalan dengan gagasan yang dibawa oleh pendidikan
model Barat ke dalam kehidupannya. Tetapi nasib membawanya kea rah lain, bakat
kecerdasanya menuntun dia untuk melihat lebih jauh kebudayaan baru yang sedang
ia kagumi dengan membandingkan kebudayaan di negrinya yang dialami. Kartini
dalam keterbatasannya sebagai makhluk perempuan di gedung kabupaten, mampu
melayangkan pandangan dan cita-citanya
ke dunia modern di Barat, menjeljahi dunia maju dengan jalan korespondensinya.
Penjelajahan pikiran Kartini yang diiringi dengan memandang dunia
secara obyektif menjadikan rumusan-rumusan yang monumental . Ada tiga hal yang
menjadi pemikiran utama dari Kartini, yaitu hak-hak, pendidikan dan perkawinan.
A.
Hak-hak Wanita
Kedudukan manusia atas manusia lainnya
secara substansial tidak mempunyai perbedaan. Manusia memiliki hak dan kwajiban
yang sama didalam mengelola dan
memanfaatkan kesempatan hidupnya. Dengan demikian tidak tepat
mengklasifikasikan manusia dengan memandang jenis kelamin sehingga menciptakan
muara perangkingan antara laki-laki dan perempuan.
Fenomena kemasyarakatan yang terjadi sebelum abad XX posisi dan kedudukan kaum perempuan tidak
lebih sekedar perhiasan, bahkan dianggap sebagai sebuah benda yang tidak
memiliki nilai dan perasaan. Lebih lagi kehidupan setelah pernikahan mereka
hanya punya satu kwajiban mengikuti semua perintah dan kemauan suami tanpa
boleh menilai pewrintah dan kemauan itu baik atau buruk. Yang lebih memprihatinkan kaum wanita hanya
mampu berdiam diri dan menganggap semua itu adalah kodratnya.
Melihat tradisi yang demikian Kartini
berusaha untuk mencari lebih dalam factor yang mendominasi peristiwa tersebut.
Dari perenungannya terjawablah bahwa eksistensi wanita saat itu karena kebodohan wanita itu sendiri yang
secara struktur memang ‘dibodohkan’. Apabila kebodohan itu sudah melingkari
seluruh wanita dengan sendirinya wanita dapat dipermainkan sesukanya. Oleh karena itu harus ada satu yang siap
menjadi pendobrak dari tradisi tersebut.
Dalam pemikirannya yang pertama harus
diperjuangkan adalah tuntutan hak dan kebebasan memperoleh pengetahuan tentang
berbagai hal. Pengetahuan tersebut hanya dapat diperoleh dari pendidikan di
bangku sekolahan. Oleh karena itu dia mengusahakan sekolah tidak hanya untuk
laki-laki saja tetapi juga bagi kaum perempuan. Hal ini berarti harus siap
meruntuhkan tradisi feodal yang terstruktur dengan kuatnya. Dimana banyak
tradisi yang memberikan ruang gerak sempit bagi kaumnya semua harus tunduk pada
etiket, kasta, struktur, sehingga tercipta pemahaman bahwa perempuan adalah
tidak punya hak diruang publik.
Selanjutnya Kartini mengadakan perubahan
radikal dalam dirinya, ia dengan tegas membebaskan membebasakan adik-adiknya
dari etiket feodal, Misalnya mereka benbas bercerita tentang segala sesuatu
dengan dirinya tanpa harus menunggu ditanya olehnya. Pergeseran pola
komunikasi ini menjadikan mereka hidup
lebih hidup dari sabkar ‘pingitannya’ mereka tumbuh menjadi jiwa yang sejenis
yang sangat dinamis.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
emansipasi yang dimaksud Kartini adalah peningkatan harkat dan martabat wanita
dari kekolotan tradisi dan memperoleh penghormatan akademik yang sejajar dengan
laki-laki.
B.
Pendidikan
Pengertian pendidikan dipahami sebagai
medium bagi terjadinya transformasi nilai dan ilmu pengetahuan yang berfungsi
sebagai pencetus corak kebudayaan dan peradaban manusia. Kartini memandang
bahwa pendidikan adalah suatu kwajiban suci dan mulia yang merupakan pembentuk
budi dan jiwa. Maka diperlukan seorang pendidik yang mengajarkan berbagai ilmu
pengetahuan berbekal kecakapan.
Keinginan tersebut tidak hanya slogan
kosong, ia pro aktif menghubungi sahabatnya yang di Belanda . Karena dia yakin
bangsanya belum siap untuk memulai perubahan tersebut . Dalam pemikiranya dia
ingin memadukan konsep ppendidikan yang ada di Barat dengan pendidikan budi
pekerti yang ada di wilayah timur. Pada
masa itu Jurang pemisah pendidikan antara kaum barat dan timur sangatlah
nyata sehingga terlihat jelas sekali
tingkat kecerdasan mereka sangat tinggi bila disandingkan dengan
orang-orang Timur Tetapi sikap mereka
sangat terlihat sombong dan tanpa etiket budi pekerti sebagaimana lazimnya
orang timur. Maka bila dua perbedaan ini disatukan akan menghasilkan sesuatu
yang hebat.
Bila perempuan di Indonesia memperoleh
pendidikan semua maka akan lahir generasi –generasi berikutnya menjadi orang
yang tercerahkan. Maka sekolah bagi para gadis mulai dirintis agar kelak mereka
dapat melahirkan anak-anak yang cerdas dan berbudaya. Gagasan ini adalah sangat
radikal pada masanya maka sangat tidak
bersyukur ketika sekarang berkesempatan untuk belajar seluas-luasnya tetapi
menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
C.
Perkawinan
Dalam konteks social perkawinan merupakan
peristiwa sacral antara seorang laki-laki dan perempuan dimana keduanya dapat
melakukan interaksi dan komunikasi yang
dilatarbelakangi karakter yang sangat berlawanan. Meski demikian perbedaan
ujung dan pangkal itu sebagai elemen harmonisasi yang menghantarkan pada peradaban manusia,
yang didalam batinnya bersemi bersemi rasa pengakuan dan saling ketergantungan,
dilandasi rasa saling mencintai dan memiliki tekad yang sama membangun masa
depan yang akan dilalui bersam.
Perkawinan indah tersebut tidak terjadi
pada masa abad ke XX. Dalam lembaga perkawinan wanita hanyalah pelengkap hidup
yang dianggap tanpa rasa dan tanpa kemanusiaan hasilnya wanita menjadi
terpasung secara individual. Kesewenang-wenangan sering terjadi sebagi upaya
pembenaran pada superioritas atas kaum laki-laki. Sekali lagi hal ini terjadi
karena pembodohan kaum wanita secara terstruktur sehingga wanita benar-benar
menempati strata terendah .
Kesensaraan diawal perkawinan akan terus
berlanjut ke masa berikutnya. Dimana seorang laki2 dapat bertindak
sekehendaknya sementara sisi lain perempuan Jawa selalu dididik untuk taat dan
patuh pada suaminya sekalipun perintah itu menyiksa perasaannya. Hal yang
sangat banyak ditemui saat itu adalah praktek poligami. Poligami dalam
pandangan Kartini adalah siksaan yang amat sangat bagi seorang perempuan.
Tindakan ini mengarah pada pemerkosaan terhadap kodrat alam. Karena perkawinan yang harmonis adalah
terdiri dari seorang laki-laki dan seorang wanita, maka setip penyimpangan dari
kodrat akan mengakibatkan penderitaan yang panjang.
Maka perkawinan yang hanya menyakiti salah
satu pihak ini harus dihilangkan. Bagi Kartini prinsip yang dikembangkan adalah
kesejajaran baik dalam kwajiban maupun haknya. Karena prinsip persamaan ini
yang akan mengaantarkan pada keharmonisan yang sesungguhnya sehingga tercipta
suasana keluarga yang harmonis yang dapat melahirkan generasi yang cerdas yang
dapat mengembalikan harkat dan martabat bangsa ini.
Dari gagasan Kartini tentang
emansipasi diatas selayaknya kita
bersyukur telah di kirimkan oleh Yang Maha Kuasa wanita hebat yang dengan tulus
telah memperjuangkan kesejajaran wanita dengan segala konsekwensinya. Sehingga
kita dapat merasakan indahnya persamaan indahnya perbedaan dan indahnya
perubahan. Maka hanya akan menjadi sia-sia perjuangan tersebut bila kita tidak
bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan
seluas-luasnya.
Apa yang akan kita lakukan untuk
rasa syukur ini??? Hanya kita yang tahu bagaimana harus mengembangkan semua potensi yang kita miliki
untuk memberikan sesuatu yang berarti bagi sekitar kita. Saatnya kita berkarya
agar berguna bagi sesame. SELAMAT HARI KARTINI semoga sukses selalu menyertai
langkah kita.
Disarikan dari Buku Sumber
Siti Soemandari Soeroto, Kartini Sebuah Biografi. Gunung Agung1979
Sulastin Sutrisno, Surat-surat
Kartini (Renungan tentang dan untuk Bangsanya) Djambatan 1985
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !